Dukun Optimis
Hari ini cuaca terik sekali dan keringat bercucuran di balik kemeja Alif yang basah. Alif adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang terancam drop out semester ini jika tidak menyelesaikan tugas akhirnya. Dia duduk di bangku taman kampus, tangan kirinya memegang bundelan kertas yang banyak coretan.
“Apa sih isi timeline boring semua, ga ada yang menarik” gumam Alif sambil scroll semua medsosnya. Dia jenuh.
Alif beranjak dari tempat duduknya pergi ke parkiran motor. “Ke warkop aja lah, ga tau mau ngapain sendiri disini” terbesit dalam hatinya. Teman-teman Alif sudah lulus beberapa tahun lalu.
“Tadi tukang gorengan datang tanyain donatur kertas buat jualan mereka” kata Danar sambil becanda. Danar adalah pekerja di warkop yang sering Alif datangi. Danar lebih tua dari Alif tapi hubungan mereka sudah dekat seperti teman.
“Ini bang!” Alif mengeluarkan kertas-kertas dari tas.
“Sampai kapan mau jadi donatur mereka” goda Danar.
“Beberapa bulan lagi bang”
“Ga lama lagi dong. Kasih tau aku kalau kamu wisuda”
“Di DO bang bukan wisuda”
“Lohh kok gitu? Memang ga ada niat udah siapin sampai selesai?
“Dah males, ga yakin juga lulus. Waktunya udah mepet. Penelitian pun belum mulai”
“Sedikit lagi ayo! Ada ni ….” Danar mulai bercerita.
“Di kampungku ada dukun yang berusaha banget cari ilmu. Belajar jampi-jampi, mantra bahkan cara santet pokoknya banyak deh. Diikuti semua ritualnya yang mengerikan bahkan beresiko buat dirinya sendiri. Tapi sepertinya dukun itu optimis usahanya akan berhasil”.
Alif fokus mendengar dan Danar terus bercerita seolah tidak memberi celah untuk Alif berbicara.
“Ga jelas juga tujuannya untuk apa, mungkin untuk menambah pengetahuan baru ataupun untuk … ga tau deh hahahah” Danar bergurau.
“Kenapa seniat itu?” Alif mulai penasaran.
“Karena yakin akan berhasil. Buktinya sekarang dia berhasil jadi dukun. Dia percaya tuhan tidak menyia-nyiakan semua usaha hambanya. Benar kan?” Danar menimpal pertanyaan ke Alif.
“Bener sih. Dukun yang belajar ilmu sihir dengan sungguh-sungguh saja Tuhan kabulkan usahanya. Apalagi usaha aku untuk siapin ini” Alif menunjuk ke kertas-kertas di depannya.
“Tapi bang kenapa tau banget tentang perdukunan?” Alif masih penasaran.
“Ya kehidupan di kampung memang begitu, berita dari mulut ke mulut sampai juga ke telinga orang lain. Aku dengar dari orang-orang disitu” Jawab Danar.
Jantung Danar mau copot rasanya mendengar pertanyaan itu. Danar berharap Alif tidak curiga kalau cerita itu memang pengalaman pribadi dia sendiri.